Menemui Takdir Melalui Tulisan
Mampu
menulis dan menerbitkan artikel di media massa adalah impian saya. Dan
keinginan tanpa ilmu bagaikan kita berjalan tanpa arah. Akhirnya melalui media social
saya temui cahaya yang bisa mengantarkan mimpi indah itu. Saya bergabung dengan
teman-teman se-Indonesia dari sabang sampai Merauke di group belajar menulis
artikel dengan sang suhu Bapak Encon Rahman dari Majalengka. Beliau sosok guru
yang luar biasa dengan sabar kami dibimbing sampai kami faham dan mulai berani
merangkai kalimat menjadi sebuah artikel yang menarik.
Dalam
perjalanan menulis artikel saya mulai banyak membaca artikel orang lain.
Sungguh mereka memiliki talenta di dalam dunia artikel khusunya orang-orang
yang biasa menulis. Gaya bahasa yang digunakan bervariasi ada yang perlahan dan
melengking tinggi. Ada yang langsung masuk langsung ngegool. Bahkan ada yang
mengalir apa adanya namun mengenai sasaran. Terutama penggunaan kalimat yang
saya rasa keren banget. Menjadikan keinginan menulis dan menerbitkan artikel
semakin kuat.
Meskipun
dalam pelatihan belajar menulis artikel yang ditempuh dengan waktu selama satu
bulan dan tanpa sertifikat saya tidak
begitu perdulikan. Jika dulu saya setiap mengikuti pelatihan tujuannya pertama
adalah berburu sertifikat untuk kenaikan pangkat. Namun setelah saya belajar bersama
teman-teman melalui media social dari mulai belajar menulis di blog bersama Om
Jay sang bloger sampai selesainya satu buku dan dilanjutkan belajar menulis
artikel bersama Bapak Encon Rahman seorang guru berprestasi. Saya menyadari ilmu
lebih penting dari pada selembar sertifikat.
Dengan
mempelajari buku tentang kiat praktis teknis menulis artikel karya Bapak Encon
Rahman, saya lebih percaya diri untuk menulis artikel. Menurut Bapak Encon
Rahman dalam bukunya ada empat kiat meningkatkan kemampuan menulis yakni, meningkatkan
keberanian menulis, meningkatkan bahan rujukan untuk menulis, meningkatkan
proses belajar tentang kepenulisan, dan bergabung dengan himpunan menulis.(2020)
Menurut
beliau dari keempat kiat merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Jika ingin mahir menulis artikel maka terapkan kesemuanya. Saya sudah mencoba
menggabungka ke empat kiat tersebut, alhasil beberapa artikel saya tulis meskipun
ada beberapa yang harus direvisi oleh beliau. Semakin banyaknya revisi maka
ilmu itu akan melekat. Ada beberapa tulisan yang sempat tertuang pada blog. Memang
pada awalnya hanya sekedar curhatan namun seiring waktu saat ide muncul bisa
kita sampaikan pesan yang terkandung didalamnya.
Motivasi
dari pameteri setelah bisa menulis artikel maka upayakan kirim ke koran atau
majalah. Bahkan beliau memberikan beberapa alamat koran dan majalah untuk bisa
membantu menerbitkan artikel. Setiap pagi jam 05.00 beliau selalu menjawab
petanyaan dari peserta yang sudah ditampung oleh bu popon. Dengan sangat gamblang
ilmu itu masuk bagai makanan empuk yang lama kita ridukan. Saya sangat terkesan
belajar dengan beliau.
Dengan
motivasi agar mengirim hasil karyanya bermula dari mengirim koran atau majalah lokal.
Dilanjut ke koran atau majalah nasional apabila kita sudah mendapat nama dan
artikel kita sering dimuat ditingkat lokal. Saya pun mencoba melangkah sesuai
petunjuk beliau dengan semangat yang membara dan harapan tingkat dewa maka
artikelpun meluncur dibeberapa koran lokal didaerah saya.
Kenyataan
tidaklah seindah mimpi. Kebijakan didaerah untuk koran sangat berbeda. Menurut
informasinya jika kita mengirim artikel maka kita akan mendatangkan rizki.
Meskipun saya tak pernah berfikir tentang hasil yang akan kita kantongi. Saya
harus menerima kenyataan yang menyakitkan, untuk mengirim artikel agar dapat
dimuat memang membutuhkan perjuangan dan kesabaran yang tinggi. Andai saja itu
syaratnya tentu tak pernah ada masalah. Saya akan tetap menulis dan menulis setiap
hari.
Jika
ingin menerbitkan artikel maka saya harus menyerahkan deretan rupiah dan itu
sudah biasa. Sungguh kalimat yang saya terima untuk pertama kali sangat
menyakitkan. Dari beberapa teman gak ada masalah dengan penerbitan artikel. Apa
yang terjadi dengan dalih untuk menghidupi koran sebagian harus menjual laman
koran. Sungguh semangat saya langsung tiarap menerima semua kebijakan yang ada.
Bukan masalah besaran rupiah yang harus diserahkan, namun dampak terhadap tumbuhnya
midsed negative seseorang.
Pikiran
negative sempat memenuhi alunan pikiran bahwa untuk bisa lancar semua yang kita
inginkan tidak lepas dari setumpuk rupiah. Haruskah demikian?. Entahlah mau
tidak mau lingkungan telah menjadikan sebuah keharusan. Hati rasanya pilu harus
menerima kenyataan jika hanya bersaing dengan tulisan orang lain tentu wajar.
Namun jika kita harus bersaing dengan besaran rupiah yang harus kita serahkan
itu akan merusak minsed seseorang.
Hampir
satu minggu saya tak menulis sama sekali lantaran kecewa yang tak berujung. Hingga
kusadari aku membutuhkan menulis meskipun tak dimuat disebuah koran atau
majalah. Karena sehari saja jari ini tak merangkai kata rasanya ada yang kurang
dalam diri. Apa yang telah disampaikan oleh Om Jay “menulislah dengan hati maka
rizki akan menghampirimu. Jadikan menulis sebuah kebutuhan. Karena tulisan
adalah rekam jejak, dimana kita pernah ada di dunia ini. Jasad kita bisa mati
namaun tulisan akan hidup selamanya”
Hari
ini kumulai lagi hidup dengan Langkah baru menulis adalah kebutuhan saya, saya
tak perduli bagaimana kedepannya, saya menjadi lebih berarti dengan menulis
melalui medsos ataupun bloger akan kuukir sejarahku disana. Paling tidak
tulisan ini akan bermanfaat bagi pembaca, terutama pengalaman pahit saya.
Komentar
Posting Komentar